Dear para netijen dan masyarakat Indonesia tercinta,
Kakak yang mana tidak sakit hati dan sedih ketika adiknya yang pendiam menangis sesegukan dan curhat di malam hari begini.
Ternyata penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah keluh kesahnya di sekolah. Berhati-hatilah untuk kamu-kamu yang suka nyinyir dan asal komentar tentang kehidupan seseorang. Percaya bahwa cara seseorang bersikap di luar rumah adalah cerminan pribadinya di rumah. Bukan berarti menjudge orang yang suka nyinyir di sekolah adalah orang yang diajarkan nyinyir di rumah. Bukan. Maksudnya disini adalah lebih kepada attitude dan cara seseorang memahami lawan bicaranya atau orang lain.

Baik, begini ceritanya. Sesungguhnya tidak hanya si adik atau kakak yang mengalami, tapi juga mungkin sebagian dari Anda yang membaca artikel ini sering mengalami dulu atau bahkan sampai sekarang. Background anak seorang guru tentu dikenal bahwa anak tersebut akan mengikuti jejak orang tuanya. Tapi tidak dengan sebagian besar orang. Anak tentunya memiliki passion yang berbeda, walaupun kedua orang tua mereka guru IPA, misalnya. Meraka lebih cenderung kepada sosial dan humaniora serta bahasa. Mereka tidak terlalu mendalami ilmu sience atau ilmu pasti. Pertanyaan sederhana seperti, “Hey, bapakmu guru IPA, kok kamu anak IPS?” , “Wih, ayahmu guru Biologi, kok kamu ambil manajemen?”, “Wah, orang tuamu Guru Berprestasi ya? Kok anaknya gini??” dan pertanyaan seperti ini ditanyakan berulang-ulang bahkan diikuti oleh satu orang, dua orang dan bahkan lebih.
Dan masih banyak pertanyaan sederhana seperti diatas yang tentu sering kita pribadi tanggapi dengan jawaban sederhana. Iya, itu mau saya. Itu passion saya.
Begini teman-teman yang budiman, sebagai anak yang terlahir di keluarga yang tidak menuntut harus ini dan itu. Anak bebas bermimpi namun tentu tetap ada arahan, pendapat serta persetujuan dari orang tua. Kewajiban anak adalah bahagia. Bahagia dengan pilihan mereka, keputusam mereka. Karena tidak adanya kebiasan dituntut dan menuntut harus ini dan itu, mereka terbiasa menjalani apa yang bisa mereka jalankan dan perjuangkan. Jadi untuk nyinyir terhadap kehidupan orang lain, mohon maaf mungkin mereka tidak tertarik. Kenapa? Karena mereka enjoy dengan hidupnya, pilihan mereka.
Nah, tapi apakah si adik ini mampu bersikap seperti si kakak? Ketika di tanya hal seperti itu si kakak menjawab dengan enteng, bahkan terkadang berani menjelaskan seperti penjelasan diatas. Namun anak seumuran si adik mungkin akan mengalami hal yang berbeda. Sakit hati karena di tanya hal yang sama terus-menerus bahkan oleh teman sepermainan, satu kelas bahkan lebih banyak lagi yang hari ini sekedar bertanya namun keesokannya bertanya lagi dan lagi. Ada tipikal orang seperti itu? Ada. Apalagi jika dia adalah salah satu siswa orang tua kita. Ups. Mungkin ada faktor lain, seperti rasa kesal terhadap orang tua kita atau sebagainya.
Dear teman-teman yang budiman, memang pertanyaan seperti itu kadang dibawa enteng atau bercanda oleh segelintir orang. Tapi tahukah Anda, orang yang ditanyakan belum tentu senang, mungkin saja memicu rasa risih dan merasa dipandang sebagai orang yang salah.
Hal ini terjadi pada si adik, pertanyaan sederhana itu menimbulkan sakit hati dan itu tertanam dalam hati dan otaknya. Mungkin saja dia akan merasa bahwa dirinya gagal menjadi seorang anak atau merasa tidak diterima di lingkungan pergaulannya.
Sungguh siapa pun yang mengerti akan kurang suka dengan pertanyaan tersebut meskipun mereka sendiri tahu banyak orang yang penasaran kenapa mereka tidak sejalur dengan orang tuanya dalam hal pendidikan.
Karena mengakibatkan sakit hati yang berkepanjangan, kasus semacam ini termasuk “bullying“ dan hal-hal seperti ini harus dihentikan.
Jadi, please stop menanyakan dengan menyinggung atau membanding-bandingkan orang yang satu dengan yang lainnya. Karena setiap orang punya mimpinya masing-masing, punya cara nya masing-masing.
STOP bullying! 🙅
Salam penuh kasih,
rinaisena_